Translate

Rabu, 24 Juli 2013

Cara membuat Crispy Jamur !!


Cara membuat Crispy jamur yang lezAt....

Bahan-bahan untuk membuat crispy jamur,
Ø  4kg jamur tiram,di potong-potong
Ø  4 liter minyak goreng
Ø  Bahan pencelup(aduk rata) :
Ø  400gram tepung terigu
Ø  65gram tepung sagu tani
Ø  10gram baking powder
Ø  1 sendok teh kaldu ayam bubuk
Ø  1 sendok teh garam
Ø  1 sendok teh merica bubuk
Ø  1 sendok teh bawang putih bubuk
Ø  1 liter air
Ø  Bahan pelapis ( aduk rata) :
Ø  1600gram tepung terigu
Ø  30gram baking powder
Ø  30gram kaldu ayam bubuk
Ø  15 gram merica bubuk
Ø  50gram bawang putih bubuk
Ø  2 sendok teh garam


Cara membuat jamur crispy :
1.      Celupkan satu persatu jamur ke bahan pencelup,gulingkan ke bahan pelapis
2.      Goreng kedalam minyak yang sudah dipanaskan di atas api sedang sampai matang dan kering
3.      Setelah matang tiriskan terlebih dahulu hingga minyak sisa-sisa hilang
4.      Crispy jamur siap di hidangkan.

Cara membuat Crispy Jamur !!!


Cara membuat Crispy jamur yang lezAt....

Bahan-bahan untuk membuat crispy jamur,
Ø  4kg jamur tiram,di potong-potong
Ø  4 liter minyak goreng
Ø  Bahan pencelup(aduk rata) :
Ø  400gram tepung terigu
Ø  65gram tepung sagu tani
Ø  10gram baking powder
Ø  1 sendok teh kaldu ayam bubuk
Ø  1 sendok teh garam
Ø  1 sendok teh merica bubuk
Ø  1 sendok teh bawang putih bubuk
Ø  1 liter air
Ø  Bahan pelapis ( aduk rata) :
Ø  1600gram tepung terigu
Ø  30gram baking powder
Ø  30gram kaldu ayam bubuk
Ø  15 gram merica bubuk
Ø  50gram bawang putih bubuk
Ø  2 sendok teh garam


Cara membuat jamur crispy :
1.      Celupkan satu persatu jamur ke bahan pencelup,gulingkan ke bahan pelapis
2.      Goreng kedalam minyak yang sudah dipanaskan di atas api sedang sampai matang dan kering
3.      Setelah matang tiriskan terlebih dahulu hingga minyak sisa-sisa hilang
4.      Crispy jamur siap di hidangkan.

Jumat, 12 Juli 2013

Corporate Social Responsibility


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
  Banyak definisi yang menjelaskan makna CSR. Bagaimanapun, makna CSR terus berubah seiring berjalannya waktu (Melling and Jensen 2002). Ketika sebuah keluarga atau pemilik usaha menjalankan bisnis, Program CSR dihubungkan dengan charity – sumbangan atau kedermawanan – philanthropy corporate. CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Contoh bentuk tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada.Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability.
Kebijakan ini juga mengatur sanksi bagi perusahaan yang tidak menjalankan kewajiban tersebut. Kedua undang-undang tersebut mengatur bahwa setiap perseroan atau penanam modal diwajibkan untuk melakukan sebuah upaya pelaksanaan tanggung jawab perusahaan (CSR).Banyak data yang mencatat usaha perusahaan yang berkontribusi dalam pembangunan fisik maupun sosial melalui program CSR nya.CSR adalah bagian dari public relations (PR) .Sebelumnya kegiatan public relation yang bertujuan untuk membentuk dan memelihara hubungan dengan komunitas disebut community relations (hubungan komunitas) dan community development (pemerdayaan masyarakat ) .
Perkembangan paling mukhtahir CSR di indonesia adalah masuknya tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam pasal 7A Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) .Dengan adanya pasal tersebut  maka indonesia merupakan negara pertama di dunia yang mewajibkan CSR bagi perusahaan.Sementara di banyak negara,kewajiban ini hanya menyangkut laporan dampak sosial dan lingkungan serta kinerja perusahaan dalam mengelola dampak tersebut.Setelah Indonesia melakukan hal tersebut,beberapa bulan kemudian disusul oleh Inggris.Bahkan Amerika Serikat dewasa ini sedang mendiskusikan juga pembuatan bill yang memuat kewajiban melaksanakan CSR bagi perusahaan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana awal munculnya CSR ?
2.      Bagaimana manfaat dan tujuan CSR bagi perusahaan ?
C.     TUJUAN
1.      Mengetahui  awal munculnya CSR.
2.      Mengetahui manfaat dan tujuan CSR bagi perusahaan.




BAB II
PEMBAHASAN
1.      Awal munculnya CSR
Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) tidak terlepas dari waktu dan telah menjadi pemikiran para pembuat kebijakan sejak lama. Bahkan dalam Kode Hammurabi (1700-an SM) yang berisi 282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Dalam Kode Hammurabi disebutkan bahwa hukuman mati diberikan kepada orang-orang yang menyalahgunakan izin penjualan minuman, pelayanan yang buruk dan melakukan pembangunan gedung di bawah standar sehingga menyebabkan kematian orang lain. Perhatian para pembuat kebijakan terhadap CSR menunjukkan telah adanya kesadaran bahwa terdapat potensi timbulnya dampak buruk dari kegiatan usaha. Dampak buruk tersebut tentunya harus direduksi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan masyarakat sekaligus tetap ramah terhadap iklim usaha.  Latar belakang lahirnya CSR dapat dibagi atas 3 periode penting,yaitu :
1)      Perkembangan Awal Konsep CSR di era tahun 1950-1960-an
Sebenarnya jika diperhatikan di dalam sejumlah literatur tidak ada yang dapat memastikan kapan mulai dikenalnya atau munculnya CSR itu. Namun di dalam banyak literatur banyak yang sepakat bahwa karya Horward Bowen yang berjudul Social Responsibilities of the Businessman yang terbit pada tahun 1953 merupakan tonggak sejarah CSR Modern. Di dalam karyanya ini, Bowen memberikan definisi awal dari CSR sebagai “it refers to the obligations of the businessmen to pursue those policies, to make those decisions, or to follow those lines of actions which are desirable in terms of the objectives and values of our society”. Definisi tanggung jawab sosial yang diberikan oleh Bowen telah memberi landasan awal bagi pengenalan kewajiban pelaku bisnis untuk menetapkan tujuan bisnis yang selaras dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Pada saat Bowen menulis buku ini, terdapat dua hal yang kiranya perlu diperhatikan mengenai CSR pada saat itu. Pertama, Bowen menulis buku tersebut pada saat di dunia bisnis belum mengenal bentuk perusahaan korporasi. Kedua, judul buku Bowen pada saat itu masih menyiratkan bias gender (hanya menyebutkan businessmen bukan businesswomen), karena pada saat itu pelaku bisnis di Amerika masih didominasi oleh kaum lelaki. Walaupun judul dan isi buku Bowen ini masih bias gender namun sejak penerbitan buku Bowen ini, memberikan pengaruh yang besar terhadap buku-buku CSR yang terbit sesudahnya sehingga banyak yang sepakat untuk menyebut Bowen sebagai Bapak CSR. Selanjutnya pada tahun 1960, banyak usaha yang dilakukan untuk memberikan formalisasi definisi CSR dan salah satu akademis yang dikenal pada masa itu adalah Keith Davis. Keith Davis menambahkan dimensi lain tanggung jawab sosial perusahaan, pada saat itu ia merumuskan tanggung jawab sosial sebagai, “businessmen’s decision and actions taken for reasons at least partially beyond the firm’s direct economic and technical interest”. Melalui definisi tersebut, Davis menegaskan adanya tanggung jawab sosial perusahaan di luar tanggung jawab ekonomi semata-mata. Argumen Davis menjadi sangat relevan karena pada masa tersebut, pandangan mengenai tangung jawab sosial perusahaan masih sangat didominasi oleh pemikiran para ekonom klasik. Pada saat itu, ekonom klasik memandang para pelaku bisnis memiliki tanggung jawab sosial apabila mereka berusaha menggunakan sumber daya yang dimiliki perusahaan seefisien mungkin untuk menghasilkan barang dan jasa yang dibutukan oleh masyarakat pada kisaran harga yang dapat terjangkau oleh masayarakat konsumen, sehingga masyarakat bersedia untuk membayar harga barang tersebut. Bila hal tersebut berjalan dengan baik, maka perusahaan akan memperoleh keuntungan maksimum sehingga perusahaan bisa melanjutkan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat (yakni menghasilkan barang pada tingkat harga yang rasional, menciptakan lapangan kerja, memberikan keuntungan bagi faktor-faktor produksi, serta memberi kontribusi pada pemerintah melalui pembayaran pajak). Pada saat itu, konsep ini telah mengakibatkan sebagian orang yang terlibat dalam aktivitas bisnis maupun para teoritis ekonomi klasik menarik kesimpulan bahwa satu-satunya tujuan perusahaan adalah meraih laba semaksimal mungkin, serta menjalankan operasi perusahaan sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku. produksi, serta memberi kontribusi pada pemerintah melalui pembayaran pajak). Pada saat itu, konsep ini telah mengakibatkan sebagian orang yang terlibat dalam aktivitas bisnis maupun para teoritis ekonomi klasik menarik kesimpulan bahwa satu-satunya tujuan perusahaan adalah meraih laba semaksimal mungkin, serta menjalankan operasi perusahaan sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku. Setelah itu Davis memperkuat argumennya dan ia berhasil memberikan pandangan yang mendalam atas hubungan antara CSR dengan kekuatan bisnis. Davis menegaskan adanya “Iron Law of Responsibility” yang menyatakan “social responsibilities of businessmen need to be commensurate with their social power…..then the avoidance of social responsibility leads to gradual erosion of social power.” Davis menegaskan adanya tanggung jawab sosial para pelaku bisnis akan sejalan dengan kekuasaan sosial yang mereka miliki…..oleh karenanaya bila pelaku usaha mengabaikan tanggung jawab sosialnya maka hal ini bisa mengakibatkan merosotnya kekuatan sosial perusahaan. Argumen-argumen yang dibangun oleh Davis menjadi cikal bakal bagi identifikasi kewajiban perusahaan yang akan mendorong munculnya konsep CSR di era tahun 1970-an. Selain itu konsepsi Davis mengenai “Iron Law of Responsibility” menjadi acuan bagi pentingnya reputasi dan legitimasi publik atas keberadaan suatu perusahaan. Berkembangnya konsep tanggung jawab sosial di era tahun 1950-1960 tidak terlepas dari pemikiran para pemimpin perusahaan yang pada saat itu menjalankan usaha mereka dengan mengindahkan prinsip derma (charity principle) dan prinsip perwalian (stewardship principle). Prinsip derma yang dimaksud di sini adalah para pelaku bisnis telah melakukan berbagai aktivias pemberian derma (charity) yang sebagai besar berasal dari kesadaran pribadi kepemimpinan perusahaan untuk berbuat sesuatu kepada masyarakat. Semangat berbuat baik kepada sesama manusia antara lain dipicu oleh nilai-nilai spiritual yang dimiliki para pemimpin perusahaan kala itu. Nilai-nilai tersebut, mendorong sebagian pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan filantropis di antaranya dalam bentuk derma atau sedekah. Sedangkan prinsip perwalian yaitu bahwa perusahaan merupakan wali yang dipercaya oleh masyarakat untuk mengelola berbagai sumber daya. Oleh karena itu, perusahaan harus mempertimbangkan dengan seksama berbagai kepentingan dari para pemangku kepentingan yang dikenai dampak keputusan dan praktik operasi perusahaan. Berdasarkan prinsip perwalian, perusahan diharapkan untuk melakukan aktivias yang baik, tidak hanya untuk perusahaan tetapi juga untuk lingkungan sekitarnya.
2)      Perkembangan Konsep CSR Periode Tahun 1970-1980-an
Tahun 1971, Committee for Economic Development (CED) menerbitkan Social Responsibilities of Business Corporations. Penerbitan yang dapat dianggap sebagai code of conduct bisnis tersebut dipicu adanya anggapan bahwa kegiatan usaha memiliki tujuan dasar untuk memberikan pelayanan yang konstruktif untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat. CED merumuskan CSR dengan menggambarkannya dalam lingkaran konsentris. Lingkaran dalam merupakan tanggung jawab dasar dari korporasi untuk penerapan kebijakan yang efektif atas pertimbangan ekonomi (profit dan pertumbuhan). Lingkaran tengah menggambarkan tanggung jawab korporasi untuk lebih sensitif terhadap nilai-nilai dan prioritas sosial yang berlaku dalam menentukan kebijakan mana yang akan diambil. Lingkaran luar menggambarkan tanggung jawab yang mungkin akan muncul seiring dengan meningkatnya peran serta korporasi dalam menjaga lingkungan dan masyarakat. Tahun 1970-an juga ditandai dengan pengembangan definisi CSR. Dalam artikel yang berjudul Dimensions of Corporate Social Performance, S. Prakash Sethi memberikan penjelasan atas perilaku korporasi yang dikenal dengan social obligation, social responsibility, dan social responsiveness. Menurut Sethi, social obligation adalah perilaku korporasi yang didorong oleh kepentingan pasar dan pertimbangan-pertimbangan hukum. Dalam hal ini social obligation hanya menekankan pada aspek ekonomi dan hukum saja. Social responsibility merupakan perilaku korporasi yang tidak hanya menekankan pada aspek ekonomi dan hukum saja tetapi menyelaraskan social obligation dengan norma, nilai dan harapan kinerja yang dimiliki oleh lingkungan sosial. Social responsiveness merupakan perilaku korporasi yang secara responsif dapat mengadaptasi kepentingan sosial masyarakat. Social responsiveness merupakan tindakan antisipasi dan preventif. Dari pemaparan Sethi dapat disimpulkan bahwa social obligation bersifat wajib, social responsibility bersifat anjuran dan social responsivenes bersifat preventif. Dimensi-dimensi kinerja sosial (social performance) yang dipaparkan Sethi juga mirip dengan konsep lingkaran konsentris yang dipaparkan oleh CED. Terdapat beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan konsep CSR pada era tahun 1970-1980-an. Pertama, periode awal tahun 1970-an merupakan periode berkembangnya pemikiran mengenai manajemen para pemangku kepentingan. Hasil-hasil penelitian empiris menunjukkan perlunya perusahaan untuk memerhatikan kepentingan para pemangku kepentingan dalam keputusan-keputusan perusahaan yang akan memberikan dampak terhadap para pemangku kepentingan. Kedua, perusahaan yang melaksanankan program CSR pada periode 1970-1980 mulai mencari model CSR yang dapat mengukur dampak pelaksanaan CSR oleh perusahaan terhadap masyarakat serta sejauh mana pelaksanaan CSR sebagai suatu investasi sosial memberikan kontribusi bagi peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Kebutuhan ini telah mendorong lahirnya konsep corporate social performance30sebagai penyempurnaan atau konsep CSR sebelumnya. Ketiga, periode tahun 1980-an merupakan periode tumbuh dan berkembangnya perusahaan multinasional (multinational corporation-MNC). Para MNC beroperasi di berbagai negara yang memiliki kekuatan hukum dan undang-undang yang berbeda dengan hukum dan undang-undang di negara asal perusahaan MNC.
3)      Perkembangan Konsep CSR di Era Tahun 1990-an sampai Saat Ini
Tahun 1987, Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui World Commission on Environment and Development (WECD) menerbitkan laporan yang berjudul Our Common Future – juga dikenal sebagai The Brundtland Report Commission untuk menghormati Gro Harlem Brundtland yang menjadi ketua WECD waktu itu. Laporan tersebut menjadikan isu-isu lingkungan sebagai agenda politik yang pada akhirnya bertujuan mendorong pengambilan kebijakan pembangunan yang lebih sensitif pada isu-isu lingkungan. Laporan ini menjadi dasar kerja sama multilateral dalam rangka melakukan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Menurut The Brutland Commisssion yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan (sustainability development) adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan mereka. manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan mereka.
2.      Manfaat dan Tujuan CSR bagi perusahaan
Program CSR sudah mulai bermunculan di Indonesia seiring telah disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, adapun isi Undang-Undang tersebut  yang berkaitan dengan CSR, yaitu:
Pada pasal 74 di Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, berbunyi:
1)  Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
2)   Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3)    Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sedangkan pada pasal 25 (b) Undang – Undang Penanaman Modal menyatakan kepada setiap penanam modal wajib melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.Dari kedua pasal diatas dapat kita lihat bagaimana pemerintah Indonesia berusaha untuk mengatur kewajiban pelaksanaan CSR oleh perusahaan atau penanam modal.Definisi CSR menurut World Business Council on Sustainable Development adalah komitmen dari bisnis/perusahaan untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas. Wacana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) yang kini menjadi isu sentral yang semakin populer dan bahkan ditempatkan pada posisi yang penting, karena itu kian banyak pula kalangan dunia usaha dan pihak-pihak terkait mulai merespon wacana ini, tidak sekedar mengikuti tren tanpa memahami esensi dan manfaatnya.Program CSR merupakan investasi bagi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan dan bukan lagi dilihat sebagai sarana biaya (cost centre) melainkan sebagai sarana meraih keuntungan (profit centre). Program CSR merupakan komitmen perusahaan untuk mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Disisi lain masyarakat mempertanyakan apakah perusahaan yang berorientasi pada usaha memaksimalisasi keuntungan-keuntungan ekonomis memiliki komitmen moral untuk mendistribusi keuntungan-keuntungannya membangun masyarakat lokal, karena seiring waktu masyarakat tak sekedar menuntut perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukan, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab sosial.Penerapan program CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep tata kelola perusahaan yang baik (Good Coporate Governance). Diperlukan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) agar perilaku pelaku bisnis mempunyai arahan yang bisa dirujuk dengan mengatur hubungan seluruh kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders) yang dapat dipenuhi secara proporsional, mencegah kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi korporasi dan memastikan kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.Dengan pemahaman tersebut, maka pada dasarnya CSR memiliki fungsi atau peran strategis bagi perusahaan, yaitu sebagai bagian dari manajemen risiko khususnya dalam membentuk katup pengaman sosial (social security).   Selain itu melalui CSR  perusahaan juga dapat membangun reputasinya, seperti meningkatkan citra perusahaan maupun pemegang sahamnya, posisi merek perusahaan, maupun bidang usaha perusahaan.Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa CSR berbeda dengan charity atau sumbangan sosial. CSR harus dijalankan di atas suatu program dengan memerhatikan kebutuhan dan keberlanjutan program dalam jangka panjang. Sementara sumbangan sosial lebih bersifat sesaat dan berdampak sementara. Semangat CSR diharapkan dapat mampu membantu menciptakan keseimbangan  antara perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Pada dasarnya tanggung jawab sosial  perusahaan ini diharapkan dapat kembali menjadi budaya bagi bangsa Indonesia khususnya, dan masyarakat dunia dalam kebersamaan mengatasi masalah sosial dan lingkungan.Keputusan manajemen perusahaan untuk melaksanakan program-program CSR secara berkelanjutan, pada dasarnya merupakan keputusan yang rasional. Sebab implementasi program-program CSR akan menimbulkan efek lingkaran emas yang akan dinikmati oleh perusahaan dan seluruh stakeholder-nya. Melalui CSR, kesejahteraan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat lokal maupun masyarakat luas akan lebih terjamin. Kondisi ini pada gilirannya akan menjamin kelancaran seluruh proses atau aktivitas produksi perusahaan serta pemasaran hasil-hasil produksi perusahaan. Sedangkan terjaganya kelestarian lingkungan dan alam selain menjamin kelancaran proses produksi juga menjamin ketersediaan pasokan bahan baku produksi yang diambil dari alam.Bila CSR benar-benar dijalankan secara efektif maka dapat memperkuat atau meningkatkan akumulasi modal sosial dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Modal sosial, termasuk elemen-elemennya seperti kepercayaan, kohesifitas, altruisme, gotong royong, jaringan dan kolaborasi sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Melalui beragam mekanismenya, modal sosial dapat meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kepentingan publik, meluasnya partisipasi dalam proses demokrasi, menguatnya keserasian masyarakat dan menurunnya tingkat kekerasan dan kejahatan.Tanggung jawab perusahaan terhadap kepentingan publik dapat diwujudkan melalui pelaksanaan program-program CSR yang berkelanjutan dan menyentuh langsung aspek-aspek kehidupan masyarakat. Dengan demikian realisasi program-program CSR merupakan sumbangan perusahaan secara tidak langsung terhadap penguatan modal sosial secara keseluruhan. Berbeda halnya dengan modal finansial yang dapat dihitung nilainya kuantitatif, maka  modal sosial tidak dapat dihitung nilainya secara pasti. Namun demikian, dapat ditegaskan bahwa pengeluaran biaya untuk program-program CSR merupakan investasi perusahaan untuk memupuk modal sosial. Membicarakan Corporate Social Responsibility (CSR) atau dikenal dengan tanggung jawab sosial perusahaan menarik ketika diperhadapkan pada harapan masyarakat dengan kenyataan lingkungan yang terjadi. CSR sering menjadi “kampanye” dikalangan perusahaan. Tanggung jawab perusahaan ini dilakukan dalam rangka memberi kompesensasi bagi masyarakat yang terkena dampak dari suatu kegiatan dengan tujuannya agar masyarakat lokal mempunyai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Perusahaan sebagaimana biasanya akan begitu bersemangat menyajikan angka-angka rupiah dan bangunan fisik serta telah menjadi dewa penolong bagi masyarakat lokal. Ironisnya, kampanye tersebut tidak ditanggapi secara kritis oleh stakeholders, bahwa CSR telah sesuai tujuannya? Kalau ada yang “bersuara” dipastikan hanya kalangan aktivis LSM dengan mengemukakan berbagai indikator eko-sosial yang kemudian melahirkan tesis “belum ada satupun tambang di Indonesia yang membuat masyarakat sejahtera”. Belum lagi dengan berbagai kasus pencemaran, kerusakan sistem hidrologi lingkungan dan ketidakadilan sosial ekonomi antara masyarakat lokal dan pendatang serta penyakit sosial seperti prostitusi, perjudian, dan minuman keras.
Kerusakan lingkungan dilaporkan muncul dari Kabupaten Aceh Besar, yaitu rusaknya aliran Sungai Krueng Aceh dan hancurnya 10 perbukitan yang akan memicu krisis air bersih akibat eksploitasi bahan galian C.Contoh masalah dalam pertambangan di Aceh Besar,yaitu ada tiga lokasi yang disoroti akibat dampak buruk lingkungan dan sosial yang ditimbulkannya. Ketiga lokasi itu adalah tambang pasir besi di Lampanah, Seulimeum, tambang galian C di Daerah Aliran Sungai Krueng Aceh, dan tambang bijih besi di Lhoong oleh PT Lhoong Setia Mining.


















 DAFTAR PUSTAKA